Notification

×

Iklan

Iklan

KPAI : Rapat Koordinasi Dengan Walikota Solo dan OPD Terkait Kasus 14 Siswa Dengan HIV

Wednesday 27 February 2019 | 00:11 WIB Last Updated 2019-02-26T17:12:02Z

SOLO, BIN - Kasus 14 siswa dengan HIV di Solo yang ditolak sejumlah orangtua siswa bersekolah di sekolah formal serta kasus siswa membully guru di salah satu SMK di Jogjakarta menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Terkait kedua kasus  tersebut, Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, melakukan pengawasan langsung ke Solo dan Jogjakarta pada 26 – 28 Februari 2019. 

Retno melakukan pengawasan ke rumah singgah Lentera di mana ke-14 anak tersebut bertempat tinggal dalam setahun terakhir ini di lokasi yang sekarang ditempati. Sebelumnya, mereka (Lentera) mengalami 4 (empat) kali pindah rumah karena  penolakan warga sekitar. Bahkan, ada satu rumah kontrakan yang sudah di bayar, tetapi belum pernah ditempati karena sudah terlanjur di tolak warga sekitarnya.  Rumah yang saat ini ditempati, tanahnya berstatus hak guna pakai atas bantuan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) dan Pemerintah Kota Solo,"ungkapnya dalam ketenangan pers yang diterima Selasa (26/2/2019) malam. 

Baca Juga : Panel Listrik RSUD Kota Tangerang Terkena Musibah

“Pihak Lentera mengakui bahwa selama ini perhatian, dukungan dan bantuan Kemensos maupun Pemerintah Kota sangat besar terhadap anak-anak dengan HIV ini. Ada bantuan biaya makan sebesar Rp 10.000 per anak/hari. Sementara dukungan kesehatan berupa biaya kontrol dan obat ke Rumah Sakit Daerah (RSU) ditanggung Pemerintah Kota Solo,” urai Retno. 

Lentera adalah Lemba Swadaya Masyarakat (LSM) yang selama ini merawat, mengasuh dan membesarkan anak-anak dengan HIV. Anak-anak tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan ada satu orang yang berasal dari Timika, Papua. Lentera bersedia merawat anak-anak dengan HIV, syaratnya tidak ada keluarga anak tersebut  yang  tidak bersedia atau tidak mampu mengasuh anak-anak yang terlahir dengan HIV tersebut. 

Baca Juga : Polres Serang Kota, Kawal Distribusi Beras Rastra 2019

Untuk itu, KPAI akan bertemu para pengasuh dan menanyakan kondisi anak-anak pasca kasus penolakan sejumlah orangtua di sekolah tempat mereka menuntut ilmu selama ini. Penolakan terjadi setelah ada kebijakan regrouping sekolah-sekolah SD dengan alasan kekeruangan murid.  “Alhamdulillah kondisi psikologis anak-anak tidak ada masalah, karena penolakan semacam ini ternyata sudah beberapa kali terjadi, sehingga anak-anak tersebut lebih kuat  mentalnya dalam menghadapi penolakan tersebut," ungkap Pugar, pimpinan Lentera.

Saat KPAI berkunjung ke rumah singgah yang halaman depannya teduh karena banyak pohon besar dan rindang, ada sejumlah mainan anak-anak seperti perosotan dan ayunan, juga ada jemuran banyak kasur anak yang biasa digunakan anak-anak yang diasuh Yayasan Lentera, KPAI menyaksikan keceriaan anak-anak yang sedang bermain, bercanda, makan snack, dan saling ngobrol dengan beberapa tamu yang kebetulan datang ke Lentera untuk berbagi makanan dan menghibur anak-anak tersebut,"kata dia. 

Baca Juga : Brimob Polda Banten Perketat Penjagaan Kantor Bawaslu

Selanjutnya pada Rabu, 27 Februari 2019 pukul 08.00 WIB KPAI dijadwalkan rapat koordinasi dengan  Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, berserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta   P2TP2A.  

KPAI ingin memastikan bahwa ke-14 siswa dengan HIV tetap dipenuhi hak atas pendidikannya di sekolah formal, bahkan PKBM apalagi  homeschooling. Karena selama beberapa tahun ini, sekolah lama anak-anak tersebut bersedia menerima ke-14 anak ini, masalah baru timbul ketika ada kebijakan regrouping sekolah. 

Terkait pemenuhan hak atas kesehatan anak-anak dengan HIV, KPAI juga ingin memastikan bahwa anak-anak tersebut mendapatkan layanan kontrol rutin dan obat-obatan secara gratis atau ditanggung oleh Pemkot Solo. KPAI juga melihat langsung kondisi anak-anak yang dikabarkan banyak luka di beberapa bagian tubuh karena kurang terawatt sebelum diserahkan ke Lentera. 

Begitupun rehabilitasi psikologis anak-anak yang berpeluang mengalami tekanan psikologis terkait kasus  penolakan belajar  di sekolah formal yang dialaminya. Anak-anak tersebut diharapkan  dapat diasessmen  oleh Dinas PPA dan P2TP2A.

Baca Juga : Beredarnya Video Menyalahgunakan Anak Sekolah Dasar Untuk Kepentingan Politik Merupakan Tindak Pidana Pemilu

KPAI juga mengundang Kemdikbud dalam rapat koordinasi tersebut mengingat kasus anak-anak dengan HIV kerap kali kehilangan hak atas pendidikan  di sekolah formal karena  penolakan orangtua siswa lainnya.  Hal tersebut penting di antisipasi dengan pembuatan regulasi sebagai payung hukum yang memberikan perlindungan khusus terhadap anak-anak dengan HIV, mengingat kasus serupa kerap terjadi, dimana pada  tahun 2011 terjadi penolakan seorang siswi di salah satu SMA swasta di DKI Jakarta; tahun 2012 terjadi di salah satu Taman Kanak-kanak (TK) di kabupaten Bogor, Jawa Barat; dan tahun 2018 di Nainggolan, Samosir, Sumatera Utara. 

Setelah rapat, KPAI akan melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta untuk melakukan pengawasan langsung ke salah satu SMKN di Jogja yang satu siswanya berani menantang gurunya, mirip seperti kasus yang terjadi di salah satu SMK swasta di Kendal, Salah satu SMPN di Jakarta Utara. Pengawasan akan dilakukan pada Kamis pagi, 28 Februari 2019."tutupnya. 

(Red - Deva)
close