Notification

×

Iklan

Iklan

Terkait Sita Jaminan Kendaraan, BPKN-RI Apresiasi Putusan MK Dengan Berikan Kepastian Hukum..

Tuesday 28 September 2021 | 20:15 WIB Last Updated 2021-09-28T14:06:47Z
JAKARTA, BIN.Net || Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia BPKN-RI adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen terkait permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dari permasalahan yang ada dalam putusan MK tersebut, sejatinya harus dipahami secara utuh oleh publik agar tidak terjebak pada asumsi yang menyimpang.

Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi MK mengeluarkan putusan Nomor 2/PUU-XIX/2021 terkait penyitaan unit kendaraan jaminan fidusia. Menurut Ketua BPKN RI, Rizal E Halim dalam putusan ini hingga membuat gaduh publik, terutama yang tengah menghadapi permasalahan dan terdampak pandemi. Betapa tidak, karena bagi beberapa kalangan lembaga/perusahaan pembiayaan menganggap bahwa putusan MK itu menetapkan penarikan barang leasing tidak lagi harus melalui prosedur pengadilan dan hanya sebagai alternatif.

Rizal mengatakan bahwa putusan MK tersebut sejatinya harus dipahami secara utuh oleh publik (masyarakat) agar tidak terjebak pada asumsi yang menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaan eksekusi sertipikat jaminan fidusia melalui Pengadilan Negeri (PN) hanya dianggap sebagai alternatif dan bukan kewajiban. Dan dengan demikian kebijakan mengenai Relaksasi kredit pun dianggap tidak lagi berlaku.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 / PUU / XVII /2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 itu pun dinilai sudah tepat dalam memberikan kepastian hukum, serta menempatkan kedudukan hukum yang seimbang antara pihak Kreditur (pelaku usaha) dan Debitur (konsumen). Oleh karenanya, lanjut Rizal, wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak (erga omnes) sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku tentang eksekusi terhadap benda (kendaraan) sebagai objek dari jaminan fidusia.

Dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia memang merupakan alternatif pilihan, sepanjang Debitur mengakui adanya cidera janji (Wanprestasi) dan dengan secara sukarela menyerahkan benda/barang (kendaraan) sebagai objek dari jaminan fidusia. "Artinya, apabila tidak ada kesepakatan (perjanjian) mengenai cidera janji (Wanprestasi) dan Debitur (konsumen) keberatan atas menyerahkan secara sukarela benda/barang (kendaraan) sebagai objek dari jaminan fidusia, Kreditur (pelaku usaha) wajib melakukan eksekusi jaminan fidusia melalui penetapan Pengadilan Negeri (PN), ucap Rizal, di Jakarta Senin (27/09-2021).

Terkait putusan ini juga sejalan dengan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan deb collector atau penagih utang perusahaan pembiayaan (Leasing) untuk mengikuti sejumlah aturan dan ketentuan dalam proses penagihan kepada Debitur (konsumen), seperti membawa dokumen-dokumen yaitu kartu identitas, sertipikat profesi dari lembaga resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan (Leasing), dan bukti jaminan fidusia. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI Firman Turmantara menegaskan, perusahaan pembiayaan (Leasing) wajib mengirim surat peringatan (SP) terlebih dahulu kepada Debitur (konsumen) terkait kondisi kolektabilitas (tunggakan) yang sudah macet. Debt collector dilarang menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan Debitur (konsumen). Dalam penagihan juga mestinya dilakukan dengan menghindari tekanan-tekanan yang bersifat fisik atau verbal.

Ditambahkannya, pada ketentuan lain, penagih harus memperlihatkan perjanjian antara perusahaan debt collector dengan lembaga pembiayaan (Leasing) dan dalam eksekusinya harus didampingi petugas Kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2011 tentang eksekusi unit suatu jaminan fidusia. Menurut Firman, selama ini banyak kasus penarikan langsung barang (kendaraan) leasing melalui pihak ketiga seperti debt collector atau penagih utang. Dan cara penarikannya pun seringkali dilakukan sewenang-wenang. Misalnya, debt collector melakukan langsung kepada konsumen dimana pun, kapan pun, seperti banyak kasus yang terjadi selama ini. "BPKN RI menilai ketentuan dari putusan MK ini sudah tepat, yakni demi memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan antara pihak leasing dengan konsumen serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi. Oleh karena itu, segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi itu harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tutup Firman.

(Reed/tpv)
close