24 C
en

307 Ton Limbah B3 Sisa Pengecoran Logam di Desa Pesarean Berhasil Dikeruk

SLAWI   |  BIN.Net  – Limbah B3 berupa slag dari aktivitas pengecoran logam oleh pelaku usaha skala rumah tangga seberat 307 ton yang menumpuk di sekitar dumpsite atau tepatnya di dalam kompleks pemakaman umum Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna berhasil dikeruk melalui proyek pemulihan lahan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tegal.

Informasi ini terungkap saat berlangsung Sosialisasi Pasca Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Desa Pesarean Tahun 2025 di Ruang Rapat Adipura DLH Kabupaten Tegal, Senin (01/12/2025).

Slag atau terak merupakan material fisik dari kumpulan oksida logam sisa aktivitas peleburan logam yang terkategori limbah B3. Hal ini mendasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah B3.

Pekerjaan pemulihan atau remediasi lahan terkontaminasi limbah B3 ini didanai APBD Kabupaten Tegal Tahun Anggaran 2025 senilai Rp710,6 juta. Sebelumnya, melalui anggaran APBN, Kementerian Lingkungan Hidup secara bertahap dari tahun 2018-2023 telah meremediasi lahan terkontaminasi B3 di zona dumpsite dengan total anggaran mencapai Rp20,5 milar.

Pemkab Tegal kemudian melanjutkan kegiatan remediasi di luar dumpsite melalui pendanaan ABPD tahun 2024 sebesar Rp600 juta.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tegal Edy Sucipto mengatakan, kegiatan pemulihan lahan ini berlangsung selama 70 hari kalender, terhitung mulai tanggal 9 Oktober hingga 17 Desember 2025 berdasarkan kontrak kerja dengan penyedia jasa PT Lut Putra Solder.

Proses pengerukan dan pembersihan tanah dilaksanakan hingga memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Luas lahan yang berhasil dipulihkan di area grid 9 dan sebagian grid 16 ini mencapai 463 meter persegi dengan volume tanah terkontaminasi sebanyak 231,5 meter kubik. Hasil uji sampel menunjukkan kondisi tanah telah memenuhi standar baku mutu,” ujarnya.

Adapun tanah terkontaminasi B3 yang berhasil dikeruk diolah oleh penyedia jasa menjadi bahan baku pembuatan batako. Sedangkan lahan objek pengerukan dipulihkan dengan pengurukan tanah baru oleh vendor tanah urug yang ditunjuk rekanan penyedia jasa.

Edy menambahkan, pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di kompleks pemakaman dan grid lainnya akan dilanjutkan tahun 2026 dan 2027 mendatang.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal Amir Makhmud menjelaskan upaya pemulihan lingkungan yang tercemar limbah B3 dari aktivitas pengecoran logam yang sudah berlangsung sejak tahun 1980 ini merupakan proses panjang. Sekalipun secara bertahap aktivitas tersebut telah dialihkan ke Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen sejak tahun 2010-2012.

Dampak kesehatan akibat aktivitas pengecoran logam selama puluhan tahun tersebut harus menjadi perhatian serius semua pihak. Laporan studi kasus yang dimuat di laman Unicef.org bahkan menyebutkan pencemaran timbel dan limbah logam berat beracun lainnya telah berdampak pada kesehatan anak-anak di Desa Pesarean.

“Timbel ini sifatnya neurotoksin dan berbahaya untuk bayi dan anak usia balita karena kerusakan otak pada masa ini berarti terjadi sebelum otak dapat berkembang secara penuh. Akibatnya, anak akan mengalami gangguan neurologis, kognitif, dan fisik sepanjang hidupnya,” ujar Amir.

Pihaknya tentu mendukung remediasi lahan terkontaminasi limbah B3 di kompleks pemakaman Desa Pesarean dan sekitar eks dumpsite hingga tuntas, meskipun permasalahan limbah B3 hasil pengecoran logam kini bergeser ke PIK Kebasen.

Amir memahami, aktivitas pengecoran logam yang semula berada di tengah permukiman warga Desa Pesarean kini berpindah ke PIK Kebasen merupakan mata pencaharian keluarga. Namun jika tidak diimbangi dengan tanggungjawab pelaku usaha mengolah slag atau limbahnya tentu akan menimbulkan permasalahan baru, sekalipun lokasi penimbunannya tidak lagi di tengah permukiman.

“Pelaku usaha peleburan logam di PIK Kebasen harusnya sudah memperhitungkan beban biaya operasional untuk mengelola limbahnya (slag), dari mulai lahan atau tempat penyimpanan sampai biaya penanganannya, sehingga slag ini tidak ditimbun begitu saja, apalagi sampai ke luar,” pesannya. (Gusto)
Older Posts
Newer Posts
Barometer Indonesia News
Barometer Indonesia News PT.BAROMETER MEDIA TAMA

Post a Comment

Advertisment
- Advertisement -