24 C
en

Wamendagri Bima Dorong Pemimpin Daerah Bangun Ekosistem Layanan Publik

JAKARTA   |  BIN.Net  – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mendorong para pemimpin daerah untuk membangun ekosistem layanan publik yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Menurutnya, wali kota, bupati, dan gubernur perlu benar-benar mengetahui apa yang diinginkan masyarakat sebelum menetapkan kebijakan.

Bima menjelaskan bahwa survei merupakan metode paling efektif untuk membaca opini publik. Karena itu, setiap calon kepala daerah idealnya melakukan survei melalui lembaga yang kredibel. Meski demikian, ia menyayangkan bahwa tidak semua kepala daerah mampu memanfaatkan hasil survei secara tepat.

“Sebagian besar kepala daerah hanya mengambil catatan dari faktor elektabilitas saja,” ujarnya saat menjadi Keynote Speaker pada acara Design Thinking & User Experience (DTUX) Summit 2025 di Kampus Alam Sutera BINUS University, Kota Tangerang, Banten, Kamis (27/11/2025).

Bima menuturkan pengalamannya ketika menjabat sebagai Wali Kota Bogor. Pada tahun 2012, ia melakukan survei untuk mengetahui aspirasi masyarakat setahun sebelum pemilihan.

Hasilnya menunjukkan tiga isu utama, yakni kemacetan, pengelolaan sampah, serta persepsi publik terkait inklusivitas kota. Berdasarkan temuan tersebut, ia menetapkan prioritas pembangunan yang langsung menyasar kebutuhan warga.

Ia juga memaparkan bahwa pengelolaan sampah harus dipandang sebagai ekosistem, bukan hanya tugas petugas kebersihan. Saat memimpin Kota Bogor, pendekatan hulu hingga hilir menjadi fokus, mulai dari edukasi rumah tangga melalui Ketua RT dan RW, pemilahan sampah organik dan non-organik, hingga proses akhir yang lebih kompleks di lapangan.

Bima menyebut praktik Surabaya sebagai inspirasi, terutama program Lomba Kebersihan yang kemudian diadaptasi menjadi “Bogorku Bersih”. Pendekatan berbasis komunitas itu membuahkan hasil, dibuktikan dengan diraihnya kembali Piala Adipura oleh Kota Bogor setelah penantian 28 tahun.

Selain itu, Bima menyoroti isu transportasi sebagai tantangan besar lainnya. Bogor yang dikenal dengan “sejuta angkot” menghadapi tingkat kemacetan tinggi. Menurutnya, solusi tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan melalui pembangunan sistem transportasi baru secara menyeluruh.

Pemerintah Kota Bogor kala itu mengembangkan Program Konversi Angkot dengan menggabungkan tiga angkot menjadi satu bus. Ia menekankan bahwa keberhasilan transportasi publik tidak hanya ditentukan oleh infrastruktur, tetapi juga budaya masyarakat.

Bima kemudian menyinggung pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui pengembangan Kampung Tematik. Ia menjelaskan bahwa wilayah seperti Desa Mulyaharja dan Bojongkerta di Kota Bogor awalnya merupakan kawasan dengan tingkat pendapatan rendah, meski dulunya didominasi pemilik tanah.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Pemerintah Kota Bogor membangun Kampung Tematik sebagai model pemberdayaan berbasis komunitas. Upaya itu mencakup edukasi generasi muda, peningkatan kapasitas perempuan untuk mengelola usaha, serta pengembangan potensi wisata seperti jalur trekking, area camping, dan glamping. Program yang dirintis pada masa pandemi Covid-19 itu kini berkembang menjadi destinasi yang memberikan dampak ekonomi bagi warga.

“Ini tentang membangun komunitas. Ini tentang memberdayakan masyarakat lokal,” tegasnya.

Terakhir, Bima menekankan bahwa seluruh contoh tersebut menggambarkan pentingnya membangun ekosistem dalam tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kebijakan yang baik tidak hanya fokus pada solusi jangka pendek, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan memperkuat kolaborasi lintas pemangku kepentingan.

“Ini tentang membangun komunitas, memberdayakan masyarakat, dan membangun kolaborasi dengan sebanyak mungkin pemangku kepentingan terkait isu yang sedang kita tangani,” tandasnya.
Editor   :  Adhie 
Older Posts
Newer Posts
Barometer Indonesia News
Barometer Indonesia News PT.BAROMETER MEDIA TAMA

Post a Comment

Advertisment
- Advertisement -