Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

*Terkait Dugaan Pemerasan Oleh Oknum Penyidik Polrestro Jaktim*

Wednesday 19 August 2020 | 11:17 WIB Last Updated 2020-08-19T04:17:47Z
JAKARTA, BIN.NET - “Sebagai wujud Polri yang Promoter, pengaduan masyarakat (Dumas) terkait penyalahgunaan wewenang dan jabatan terindikasi pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum penyidik Polres Metro Jakarta Timur, penanganannya sebaiknya dilakukan secara Objektif dan Komprehenshif”, terlebih lagi perkara yang sedang di tangani oleh penyidik tersebut tergolong sepeleh namun terkesan sengaja dibesar - besarkan. Rabu (19/08/2020).

Sepeleh karena tergolong kenakalan remaja dan nilainya hanya Rp.500 ribu, dan sengaja dibesar – besarkan dengan pemberitaan media massa dan talks show di stasiun TV Nasinal hingga pemberian penghargaan kepada Tim Rajawali”. 
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Investigasi Perkumpulam Masyarakat Peduli Hukum dan Pemerintahan (MAPHP), AM. Arieful ZA di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN jaktim), saat mendampingi Muhamad (pengadu-red) mengikuti jalannya persidangan 
empat tersangka begal lainnya, Selasa, 18 Agustus 2020, saat diminta
tanggapannya terkait dilaporkannya salah satu oknum penyidik Polrestro Jaktim berinisial PP yang meminta sejumlah uang dalam masa penyidikan dengan berbagai macam alasan dan istilah.

Menurut Arieful, terdapat banyak kejanggalan dalam penanganan perkara begal yang sempat viral di media sosial (medsos) dan media massa serta stasiun televisi nasional beberapa waktu lalu, karena adanya adegan kejar – kejaran diwarnai penembakan oleh Unit Rekasi Cepat Tim Rajawali Polrestro Jaktim yang mirip adegan dalam film.

Bahkan, tambah Arieful, akibat penyajian beritanya dilakukan dengan ‘kwalitas 
jurnalisme rendah yang diakibatkan keteledoran atau ketidak akuratan para jurnalis untuk melakukan cek dan ricek, croscek dan konfirmasi dan tidak disipilin verifikasi” berita yang disajikan dengan tidak akurat sehingga menutupi fakta yang sebenarnya.

Sayangnya hingga kini tidak ada niat baik para jurnalis untuk memperbaiki beritanya, bahkan pihak Polri pun seakan enggan untuk memperbaikinya, sebab sampai saai ini belum ada pernyataan resmi atau konfrensi pers yang dilakukan Polri terkait kelanjutan perkara ini.

Salah satunya terkait penjelasan mengapa keempat tersangka ini disidangkan sekarang, padahal dua tersangka yang viral yakni WDF dan MSA sudah menjalani masa asimilasi (bebas bersyarat-red). 
“Bahkan di PN ini saja terjadi kejanggal dalam pelaksanaan sidangnya, coba rekan - rekan media bayangkan, infomasi yang diterima keluarga dari Humas PN, jadwal sidang pertama seharusnya dilakukan pada Kamis, 13 Agustus 2020 (keterangan dengan melampirkan screenshot SIPP-red), namun diam – diam sidang dilakukan secara online (daring) pada Selasa (11/08/20) lalu, aneh kan” ? ujar Arieful penuh tanda Tanya.

Dijelasakan Arieful, sebagai Polri yang Promoter, penanganan pengaduan orang tua salah satu pelaku tentang adanya dugaan pungli dan pemerasan yang terjadi saat penyidikan harus dilakukan secara objektif dan konprensif.

Objektif, harus dilakukan sesuai dengan fakta tanpa dipengaruhi rasa solidaritas Kesatuan, yakni adanya permintaan uang untuk membantu mengurus penangguhan 
penahanan dengan istilah “VITAMIN” padahal penangguhan penangan tidak pernah diberikan oleh penyidik, selanjutnya permintaan uang agar dapat membesuk tahanan dengan istilah “PELURUH,” serta adanya transaksi tawar menawar yang bertujuan untuk meringankan hukuman dengan uang muka sebesar Rp.5 juta, yang belakangan 
disebutkan sebagai uang koordinasi dan biaya mengantar berkas ke Kejaksaan. 
“Jadi dalam perkara yang diadukan oleh Sdr Muhammad tersebut, tidak saja adanya dugaan pelanggar Etik, tapi indikasi pungli dan pemerasan juga terlihat terang dan jelas dengan adanya permintaan berulang dengan menggunakan berbagai istilah, bahkan terjadi tawar menawar dari Rp.25 juta hingga Rp.50 juta dengan uang muka 
sebesar Rp.5 juta, meski akhirnya kesepakantan batal, namun DP sebesar Rp.5 juta tersebut dapat dijadikian bukti adanya dugaan pemerasan.

Konprehensif, harus dilakukan secara menyeluruh sejak proses diterimanya informasi terjadinya dugaan perampasan HP, penangkapan, penahanan, pemeriksaan hingga pelimpahan, apakah dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yakni
: dilakukan secara adil, transparan, murah dan dan cepat sesuai prinsip due process of law. Sebab faktanya kepada kami para orang tua tersangka mengaku dipersulit dan sering mendapatkan tekanan dari oknum penyidik khusus nya tekanan dari PP yang apabila di protes selalu dijawab dengan mengatakan “Silahkan tuntut saya jika tidak puas”.

Dan yang tak kala penting, penangannya juga harus dilakukan secara mendalam dan menyeluruh atas perkara yang sedang ditangani, tidak terbatas apa yang diadukan oleh Sdr Muhammad. Tindakan ini menjadi hal penting dalam mewujudkan istilah Polisi Promoter (professional, Moderen dan terpercaya), karena dalam perkara ini.

Direskrimum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Pol Suyudi Ario Seto, pada Senin, 
tanggal 24 April 2020 memberikan penghargaan kepada Personel Tim Rajawali atas keberhasilannya dalam menangkap begal.
Atas pemberian penghargaan tersebut DPP MAPHP telah memintah agar Direskrimum Polda Metro Jaya meninjau ulang pemberian penghargaan tersebut, melalui Surat 
bernomor : 07.121/Klaf/DPP-MAPHP/VII/2020, pada tanggal 08 Juli 2020 lalu.

“Jika dikaji secara mendalam ditemukan banyak kejanggalan dalam penangan perkara tersebut antara lain, perkara dugaan begal yang terjadi merupakan Laporan Infomasi (LI) namun dalam Berkas Perkara disebutkan Laporan Pengaduan (LP). Diawali adanya
informasi yang diteri oleh tim Rajawali dari seseorang yang diduga merupakan mitra Polisi, tentang terjadinya perampasan HP di jl Tipar Cakung sekitar Pukul 02.30 wib. 
Tim Rajawali yang sedang patroli saat itu berpapasan dengan rombongan geng sepeda motor, lalu dilakukan pengejaran dan penembakan, dua terduga pelaku ABH WDF dan ABH II MSA ditangkap dan dinyatakan sebagai pelaku (eksekutor dan pilot-red) dengan Barang Bukti dua buah HP dan satu senjata tajam berbentuk Clurit disita dari keduanya.
Diduga kuat analisa informasi dan diskresi penebakan yang dilakukan Tim Rajawali 
diduga salah. 

Kejanggalan kedua terjadi manakala kedua ABH yang seharusnya ditangani Unit PPA 
yang berdasarkan Perkap RI Nomor : 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya, namun perkara ini ditangani oleh Unit Harta dan Bangunan (Harbang)

Bahwa berdasarkan pengakuan ABH I WDF, dirinya tidak pernah di BAP sebab saat itu ia harus menjalani operasi di RS Polri Kramat Jati. PP selaku penyidik pernah mendatangi RS Polri dan memaksanya untuk menandatangani berkas – berkas tanpa mengetahui apa isi berkas yang di tandantanganinya tersebut, padahal saat itu kodisinya masih dalam keadaan setengah sadar pasca operasi. Penyidik juga menyuruh orang tua ABH untuk menandatangani berkas tanpa diperbolehkan untuk melakukan 
protes dan tidak pernah dipertemukan dengan para ABH.

Masih banyak kejangalan lainnya yang dilakukan oknum penyidik PP yang harus digali secara mendalam oleh Polri sebagai bentuk Promoter Polri,” pungkas Arieful.

Ketika hal tersebut coba dikonfirmasikan, Selasa, (18/08/2020) sore, PP sedang tidak berada di tempat, terlihat meja kerja PP kosong, menurut rekan kerjanya PP sedang keluar dan dipersilahkan untuk menunggu di kantin, hingga pukul 17.00 wib, PP belum juga muncul. (Bersambung/Tim)
close